Adakah : Potensi Tebang Pilih di Kasus Jalan Mogoy Mardey?

Adakah : Potensi Tebang Pilih di Kasus Jalan Mogoy Mardey?

Gambar: Ilustrasi

Bersama Kaum Awam :

Saya Nus B, ikut nimbrung.


Era Demokrasi saat ini, sangat permitif terhadap perbedaan pendapat atau pandangan bahkan penafsiran tentang sebuah subtansi termasuk yang ada kaitannya dengan hukum Pidana Khusus Korupsi. Sangat pasti ahli hukum atau para praktisi hukum lebih paham karena memiliki kompetensi yang teruji, dibandingkan orang awam yang sama sekali tidak punya kapasitas baik teori apalagi pengalaman praktek urusan soal hukum. Namun, pada dasarnya tidak ada larangan bagi orang awam hukum, untuk ikut menginterpretasi makna yang terkandung dalam rumusan-rumusan hukum secara klausual dari sisi pandangan mereka. Sebab adalah mutlak hak seseorang untuk menafsirkan makna  buah pikiran orang lain yang dihadapi menurut pengalaman dan pemahamannya.

 Spesifik dalam konteksi ini, teropong saya arahkan pada pasal yang telah dijadikan dasar hukum untuk mentersangkakan terduga terlibat Kasus korupsi yakni pasal 2 ayat (1)  KUHP yunto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 29 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sangat mungkin rangkaian pasal-pasal ini yang dipakai Penyidik Kejati Papua Barat untuk mentersangkakan Kepala Sub Bag Keuangan dan Bendahara Dinas PUPR, sehubungan Pembayaran lunas Jalan Mogoy Mardey yang masih deviasi 48,54 persen.

Kalau itu pegangannya, maka saya mendukung sorotan Penasehat hukum tersangka BSAB dan NK (Kasub Bag Keuangan dan Bendahara) Dinas PUPR Papua Barat, Advokad Yan Kristian Warinussi, yang mensinyalir  potensi tebang pilih oleh Kejati Papua Barat dalam kasus ini. Sebab ada sejumlah nama bidang teknis turut serta berperan langsung di permulaan dan pelaksanaan pekerjaan lapangan serta kemajuannya. Masing-masing Mantan PLT. Kepala Dinas sebelum NB yakni YM, Korwaslap IW, Direksi lapangan, juga RS yang konon bolak balik urus Garansi Bank, dan Admin Bidang. Artinya jika pasal itu yang menjadi dasar penetapan maka mereka pun tidak bisa terabaikan, bahkan bisa juga jadi tersangka. Mendalami sorotan Advokad Yan Christian Warinussi, mari kita sama-sama melihat teks pasal-pasal dimaksud. Teks asli pasal-pasal itu rumusannya sebagai berikut ;

UU RI Nomor 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi BAB II Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 Ayat (1), “ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahunan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah”.

Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menyatakan bahwa pelaku tindak pidana kejahatan adalah orang yang melakukan (pleger) dan turut serta melakukan  (medepleger).  Pasal 55 KUHP itu mengatur tentang tindak pidana penyertaan.

Dikutip dari Google, Penyertaan atau deelneming adalah ketika beberapa orang atau lebih terlibat dalam satu tindak pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana disebut sebagai (pleger), orang yang menyuruh melakukan (doenplegen), orang yang turut serta melakukan (medepleger). Ancaman pidana bagi pelaku penyertaan sama dengan pelaku utama. Sebab ada unsur persekongkolan.

Tidakkah, mereka yang tersebut tadi di atas layak disebut juga sebagai turut serta (medepleger)? Kalau tidak mesti dijelaskan alasannya. Dan kalau ya, kenapa tidak disentuh? Padahal mereka lebih dominan menyebabkan pembayaran lunas pekerjaan yang mangkrak. Tapi sampai sekarang masih berkeliaran ke sana kemari. Andaikan pasal-pasal itu bisa dikenakan kepada semua yang jadi mata rantai kasus itu, maka Penerbit SP2D juga harus dilirik. Karena cair uangnya setelah terbit SP2D. Juga Tim pemeriksa Inspektorat yang mendiamkan kasus padahal sudah audit.

Publik yakin, ini dilema serius dan sulit bagi aparat penyidik Kejati Papua Barat. Belum lagi misteri kepentingan lain motivasi konspirasi penanganan serta penyelesaian pembayaran pekerjaan itu. Indikatornya, person paling aktif mengurus penunjukan langsung CV. Gloria Bintang Timur insial  AYM, bukan orang PUPR Papua Barat. Dia adalah ASN Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni, di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) setempat. Tapi mengambil alih peran Orang dalam. Siapa relasinya di dalam? Harus juga didalami. K yang punya KTP dan rekeningnya dipakai menampung dan menyalurkan uang muka. Katanya tukang paket kepiting. Belakangan hanya Security. Yang benar yang mana?

Fakta-fakta itu mengundang reaksi dari Ketua Ormas  Parlemen Jalanan (PARJAL) Papua Barat RONALD MAMBIEUW seperti diberitakan TribunPapua.Com tanggal 31 Januari 2025. Ia mengendus aroma bahwa Kasub Bag Keuangan BSAB dan Bendahara NK, dua perempuan Papua yang ditersangkakan jadi “TUMBAL”. Ada pula pernyataan dari Ketua Ormas PIDAR Papua Barat, LACKSON KAPISA yang mendesak Kejati Papua Barat agar segera mengungkap Aktor Utama yang menyebabkan kasus ini. Sehingga tidak memakan korban pekerja bawahan yang hanya melaksanakan tugas rutin mereka.

Publik sampai  saat ini masih memantau terus perkembangan kasus jalan Mogoy Mardey, karena berbeda dengan kasus serupa yang lain. Perbedaannya, pemegang peran utama pengurusan pemenangan BGT dalam proses penujukan langsung bukan orang PUPR. Juga Penyedia Jasa yang sudah masuk DPO sampai sekarang belum juga ditangkap. YM yang disebut=sebut menerima aliran dana belum pula diperiksa. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *