ARTIKEL: Masih Soal Jalan Mogoy-Mardey, Spekulasi Konyol yang Menjerat

ARTIKEL: Masih Soal Jalan  Mogoy-Mardey, Spekulasi Konyol yang Menjerat

Gambar: Ilustrrasi

Oleh : Nus B.


 Pembayaran lunas nilai kontrak pekerjaan peningkatan jalan Mogoy Mardey, masih hangat jadi buah bibir kalangan pemerhati pembangunan dan pembinaan masyarakat di Propinsi Papua Barat. Pasalnya, belum rampung tapi dipaksakan untuk dibayar penuh. Ada spekulasi konyol KPA/PPK, Pemborong dan Pengawas serta Staf Bidang Bina Marga PUPR , yang tahu keadaan sesungguhnya, namun tetap saja ngotot untuk tagih sesuai nilai kontrak. Akibatnya, menyeret dan menjerat Ka Sub Bag Keuangan serta Bendahara, menjadi tersangka. Meski, sebatas tupoksi mereka, hanya memverifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen pendukung beserta lampirannya, mencocokkan dengan check list dari Bidang Bina Marga sebagaimana yang lasim dan baku.

 Tidak lebih dari itu dan juga tidak bisa mengintervensi, apalagi menolak kebijakan yang menjadi kewenangan mutlak KPA, meskipun ada deviasi bobot laporan kemajuan  pekerjaan. Langkah spekulatif itu, tidak bisa ditolerir karena merugikan daerah dan negara secara khusus masyarakat Papua Barat. Harus dihentikan.

Deviasi terinventarisir sebesar 48,54 %, tergambar jelas dalam matrik Jadwal Addendum-I bulan Agustus sampai dengan Desember 2023, yang rencananya mencapai 100 %, ternyata realisasinya  meleset. Karena laporan kemajuan pekerjaan  dari bulan Agustus, September, Oktober, November dan Desember 2023 per tanggal 22 Desember, untuk tiap item pekerjaan, bergerak lamban, bahkan berpotensi stagnan. Mengacu pada Kontrak 120 hari kalender sudah mandek.

Ada memang celah yang bisa dipakai sebagai dasar pijak. Addendum – I Pasal 5 tentang masa kontrak durasi pemeliharaan. Tapi tidak mengalami perubahan dari semula di kontrak induk. Mungkin itu yang diandalkan PPK dan Penyedia Jasa yakni Point (3), berbunyi ; “Masa pemeliharaan ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak dihitung sejak tanggal penyerahan pertama perkerjaan sampai dengan tanggal penyerahan akhir pekerjaan selama 360 hari kalender”. Memperkuat tekad  spekulasi pembayaran penuh pekerjaan. Dengan harapan bisa dipenuhi kekurangan itu selama masa pemeliharaan. Tenyata gagal, malah menggantung. Lalu jadi temuan yang memakan korban PPK SKPD dan Bendahara.

Anehnya, deviasi itu kasat mata dalam tatapan Pejabat Pembuat Komitmen, Konsultan Pengawas dan Penyedia Jasa Direktur CV. Gloria Bintang Timur, serta Korwaslap juga Pengawas Internal Lapangan Bidang Bina Marga. Karena mereka sendiri yang mencantumkannya dalam matrik kemajuan pekerjaan. Tapi, diabaikan begitu saja dan mengkondisikan keadaan mengajukan permintaan pembayaran penuh ke Kas Daerah, lewat Sub Bagian Keuangan.

Jangankan Berita Acara Penyerahan Terakhir, pertama  saja tidak ada. Kuat dugaan, butir 3 pasal 5 itu pula meneguhkan keyakinan PLT. Kepala Dinas PUPR Propinsi Papua Barat, selaku Pemberi Pekerjaan merekomendir CV. Gloria Bintang Timur, mendapatkan   Garansi Bank senilai Rp. 3 M lebih dari Bank Mandiri Cabang Bintuni. Dana yang hakekatnya untuk mengatasi Wanprestasi. Termyata juga tidak merubah deviasi itu.

Mengapa Kasub Bag Keuangan dan Bendahara tidak menolak permintaan pembayaran itu. Ya, jelas tidak mungkin. Yang mengajukan saja Kepala Dinas. Atasan mereka. Penanggung Jawab Pekerjaan. Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen lagi. Mana boleh eselon IV dan fungsional menolak perintah eselon II. lagi pula, kalau menolak, bobot terealisir 51,11 persen siapa yang bayar? Jadi dengan dikuatkan Surat Pernyataan Tanggung jawab Mutlak SPM-LS dan SPP-LS yang ditandatangani Kuasa Pengguna Anggaran, PPK SKPD dan Bendahara melaksanakan perintah jabatan mereka, memproses permintaan itu.

Kedua Surat Pernyataan Tanggung Jawab mutlak dimaksud bernomor :  33.00/03.0/001221/SPTJM-SPM-LS-BM/1.03.1.04.0.00.01,0000/P.04/12/2023

dan 33.00/02.0/001218/SPTJM-SPP-LS-BM/1.03.1.04.0.00-01.0000/.04/12/2023.

Format kedua surat itu pun sudah baku. Tidak ada yang disusun sendiri redaksinya oleh Kasub Bag Keuangan maupun Bendahara. Tinggal copy atau ketik kembali dan disodorkan untuk ditandatangani Penangung jawab.

Miris memang. Keduanya ibarat dua ekor lembu betina yang dicocok hidung dan ditarik bukan ke padang rumput, melainkan rawa labil dan deceburkan ke sana.  Terpendamlah ke dalam. Ada atasan, mitra, dan kolega kerja yang tega seperti itu.  Sungguh di luar nalar sehat. Karena ketamakan, abaikan nilai-nilai kemanusiaan yang adalah hak mutlak setiap insan.

Bubuhan tandatangan kedua petugas itu, di setiap surat dokumen penagihan adalah wujud pelaksanaan kerja mereka menurut perintah jabatan. Tidak bisa diinterpretasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Sebab tidak ada mens rea di sana. Bagaimana bisa membuktikan mens rea,  jika hanya menandatangani dokumen baku, yang tinggal copy lalu dibubuhi coretan tandatangan.

Jadi, kembali, kejelian, kecermatan dan integritas Aparat  Penegak Hukum (APH) Kejati Papua Barat, sangat dinantikan dalam mengusut perkara yang menumbalkan dua petugas itu. Juga, jangan lepas begitu saja nama-nama yang sudah pernah diselidiki seperti K, pemilik KTP yang kata AYM mau dipakai untuk jadi Kuasa Direktur GBT. Sebab konon rekeningnya sudah menampung dan menyalurkan uang muka, menurut informasi  Asisten Tindak Pidana Khusus, Abun Hasbullah Syambas, mengutip  keterangan  AYM. Juga Korwaslap yang menandatangi matrik laporan kemajuan pekerjaan 51,11 %  dan tersangkut lainnya. Dengan begitu, konspirasi yang mendorong spekulasi konyol menyusahkan orang lain, khusus PPK SKPD dan Bendahara, terlebih merugikan masyarakat dan daerah tidak lagi terjadi di waktu-waktu yang akan datang. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *