Kejati Papua Barat Ungkap Keunikan Di Balik Kasus Jalan Mogoy-Mardey

Gambar Ilustrasi

Gambar: Ilustrasi

Oleh : Nus B


Sependek pengalaman saya, bergelut dengan pekerjaan ekspos informasi menyangkut berbagai bidang, termasuk hukum dan kriminal, lewat media elektronik pun cetak, di Tanah Papua lebih tiga dasawarsa, kali ini menemukan sebuah berita pidana korupsi menarik tapi unik. Menarik tapi unik, karena hampir pasti pelaku pengendalinya, adalah SOSOK yang samasekali tidak punya kaitan kerja atau hubungan kewenangan formal dengan obyek proyek pemerintah daerah yang menjadi kasus itu. Yakni Pekerjaan Peningkatan Jalan Mogoy –  Mardey Kabupaten Teluk Bintuni Propinsi Papua Barat. Sosok itu berinisial AYM seorang anggota ASN di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Bintuni, sementara pekerjaan Jalan Mogoy-Mardey adalah porsi tugas dan tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Propinsi Papua Barat. Aneh bin ajaib.

 

Wartawan Kantor Berita Nasional  ANTARA perwakilan Papua Barat di Manokwari, pada hari Kamis, tanggal 23 Januari 2025, di situs berita online nya, melansir headline : Kejati PB tahan tersangka kasus korupsi jalan Mogoy – Mardey Bintuni. Mencatat keterangan Asisten Bidang Pidana Khusus Kejati Papua Barat Abun Hasbullah Syambas, dia mensitir, sosok itu berinisial AYM adalah pemeran aktif peminjaman perusahaan (bendera) CV. Gloria Bintang Timur dan KTP orang lain yang mau dicantumkan sebagai kuasa direktur untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Oknum itu, setelah diperiksa beberapa jam, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, dan digiring untuk ditahan di Lapas Klas II B Manokwari, selama 20 hari ke depan menunggu proses pemeriksaan selanjutnya. Alasan penahanan, dikuatirkan menghilangkan barang bukti, melarikan diri, dan lainnya.

Selain tidak punya kaitan kerja langsung atau hubungan fungsional dengan Instansi pengelola proyek itu, Kejati PB menemukan ; “sebagaimana dipublis beberapa media  online”, juga oknum tersebut samasekali tidak punya kompentensi atau keahlian di bidang konstruksi jalan. Tidak memiliki Sertifikat keahlian teknik konstruksi, yang dipersyaratkan dalam peraturan dan ketentuan penetapan rekanan penyedia jasa di bidang itu. Tapi berperan dominan dalam proses penunjukan langsung Penyedia Jasa CV. Gloria Bintang Timur menjadi pelaksana pekerjaan. Tambah lagi, meminjam KTP seseorang berinisial K yang konon menurut berita, adalah teman dekatnya tanpa memberitahu maksud peruntukan KTP itu. Diam-diam dikirim ke Penyedia Jasa untuk mendapatkan Surat Kuasa pemakaian Bendera Perusahaan GBT, menjadi penerima Kuasa Direktur. Walau, peran K dimaksud tidak terlihat identitasnya dalam dokumen administratif prosesing pelaksanaan pekerjaan itu.

Publik pemerhati kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat di Propinsi ke-32 usia  24 tahun ini, pasti terheran-heran. Tapi juga kagum dan mengapresiasi bahwa Kejati Papua Barat bisa mengendus modus penunjukan langsung pekerjaan yang bernilai 8,5 milryar rupiah ini, dikendalikan oknum yang bukan bagian dari institusi pengelola proyek sebesar itu. Tidak sekedar isapan jempol menghargai kerja Kejati Papua Barat. Tapi sungguh ingin mengekpresikan rasa bangga sekaligus percaya kepada APH yang bisa mengulik liak-liuk terselubung dalam kasus ini. Dari awal sampai akhir pekerjaan ini, berdasarkan dokumen administratif terbaca, tidak ada selembar pun surat yang mencerminkan proses penunjukan langsung itu. Heran juga, menurut kabar proses penunjukan dan pelaksanaan pekerjaan,  sudah  diperiksa instansi pengawas internal yaitu Inspektorat Propinsi Papua Barat. Tapi, mungkin tidak  menemui indikasi kekurangan sehingga tidak ada evaluasi yang bisa disampaikan berupa rekomendasi. Apakah, hasil pemeriksaan dan juga berkas proses awal didokumentasikan tersendiri oleh pihak pengelola proyek atau kah memang tidak dilaksanakan?

Sangat mungkin, ada individu atau kelompok masyarakat yang bertanya, “ bagaimana bisa, bendera perusahaan dengan kualifikasi level  K entah 1, 2 atau K3, dapat previlege mengerjakan Proyek senilai 8,5 milyar rupiah lebih?. Operator pengendalinya pun bukan Ordal yang punya kapasitas. Setelah berjalan barulah nampak peran orang dalam. Itu pun terkesan potong kompas langsung ke pembuatan dan penandatanganan Kontrak / Perjanjian Kerja. Karena tidak ada berkas administratif permulaan penawaran pekerjaan itu. Padahal sesuai ketentuan, harus ada pengumuman, pendaftaran dan penyeleksian penawaran, yang dibuktikan dengan berita-berita acara setiap tahap. Tiba-tiba lahir Kontrak langsung ditandatangani masing-masing pihak diatas meterai 10 ribu rupiah.  Sepertinya, ketentuan-ketentuan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan anggaran Negara diabaikan.

Akal sehat publik Papua Barat lewat kasus yang sedang didalami oleh Kejaksaan Tinggi Manokwari ini, ditantang ikut bekerja memilah dan menilai dengan jernih praktek spesifik itu. Apakah ini yang pertama kali, atau kah mungkin sudah berulang kali. Sebab bisa ditebak hasilnya kalau terus-terusan jadi kebiasaan. Masyarakat dan Propinsi Papua Barat akan mengalami kerugian. Efek ikutannya, ketertinggalan lah yang terus terpelihara.

Dari pemberitaan berbagai media massa yang bekerja di seputaran Tanah Papua, kemungkinan bertambahnya tersangka menjadi terbuka. Blow up pernyataan jubir Kejati. Bergantung kepada keuletan dan kecermatan serta kelurusan para penyidik di Kejati Papua Barat menangani kasus ini. Kecanggihan dan kecerdikan akal bulu individu jaman now sudah menjadi rahasia umum yang populer. Indikasi dominasi kendali sosok non ORDAL, bisa menjadi celah masuk mengintip kemungkinan lain di balik itu, yang ada kaitannya dengan kepentingan-kepentingan lain. Syukur-syukur ini murni pelanggaran ketentuan secara internal. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *