gambar: ilustrasi
Oleh : Elvianus Baransano
MENAKAR KASUS
Kejaksaan Tinggi Negeri Papua Barat di Manokwari, saat ini sedang mengusut kasus Proyek Jalan Mogoy-Mardey, Kabupaten Teluk Bintuni Propinsi Papua Barat, yang dibiayai dengan dana APBD Tahun Anggaran 2023, karena mangkrak, tapi sudah dibayar lunas 100 persen oleh PUPR selaku pengelola proyek. Menurut data yang dihimpun, paket pekerjaan bernilai 8,5 M itu baru mencapai 51,11 persen prestasi fisik pekerjaan. Dengan Kontrak Nomor : 026.A/KONTR/01.08-BM/600/2023, Tanggal 25 Agustus 2023. LIMA orang ditetapkan sebagai tersangka, kini ditahan Kejati Papua Barat, masing-masing 3 dari Dinas PUPR dan 2 dari Perusahaan Penyedia Jasa Konsultasi. Sedangkan Pelaksana Proyek yang juga ditetapkan sebagai tersangka belum ditahan karena melarikan diri, dan sekarang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejati Papua Barat. Kerugian Negara diperkirakan 8,5 milyar rupiah.
Hal menarik dari Kasus ini adalah, jelas-jelas paket perkerjaan yang menurut persyaratan Kontrak berdurasi 120 hari kalender, kurun waktu 25 Agustus sampai dengan 22 Desember 2023 belum selesai, baru separuh lebih prestasi fisik, tapi sudah dimohonkan oleh Pemborong CV. Gloria Bintang Timur, untuk dibayar sepenuhnya. Diterima oleh KPA merangkap PPK, lalu diturunkan untuk diproses Bagian Keuangan dan direalisasikan.
Menurut kelasiman dalam pengerjaan proyek pemerintah, pembayaran sebuah paket pekerjaan, yang dimohonkan oleh Pemborong, bisa diproses secara bertahap sesuai amanat kontrak atau sekaligus jika sudah mencapai prestasi fisik 100 persen, pula sesuai dengan persyaratan teknis yang tercantum dalam kontrak. Prestasi Fisik menurut bobot persentase per tahapan atau 100 persen selesai dan nyata di lapangan. Fisik pekerjaan itu secara kuantitatif dan kualitatif juga harus sesuai syarat teknis, dalam hal material yang digunakan dengan volume yang ditetapkan. Terjamin mutu hasilnya. Aspek-aspek ini, menjadi tanggung jawab pihak yang merancang, melaksanakan dan mengawasi paket pekerjaan. Fakta pendukung itu wajib hukumnya untuk dikroscek langsung ke lapangan, guna mengetahui kebenaran factual tuntasnya pekerjaan.
Dalam konteks pekerjaan peningkatan jalan Mogoy-Mardey, Penanggung jawab pekerjaan, Plt. Kepala Dinas PUPR Papua Barat selaku Pengguna Anggaran merangkap PPK, dan sub institusi terpaut pekerjaan ini yakni, Bidang Bina Marga PUPR Propinsi Papua Barat, bersama Perusahaan Penyedia Jasa Pengawasanlah yang berperan. Penerimaan Permohonan Pembayaran dari Pemborong, untuk diproses dan dibayarkan 100 persen adalah wewenang KPA merangkap PPK dengan dukungan Bidang Bina Marga serta Konsultan Pengawas, lewat laporan kemajuan dan selesainya pekerjaan. Dinyatakan dalam Berita Acara sesuai substansi itu, untuk meyakinkan penanggung jawab pekerjaan agar merekomendir permohonan pembayaran ke Bagian Keuangan untuk diproses dan dilaksanakan mengikuti petunjuk serta arahan atasan yang tersurat maupun tersirat.
Seperti kata pepatah klasik, “ada asap karena ada api”. Ada akibat karena ada sebab. Proses dan realisasi pembayaran pekerjaan 100 persen, disebabkan ada penerimaan permohonan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen, yang diajukan penyedia dengan dukungan rekomendasi kemajuan bahkan selesainya pekerjaan dari Pemborong, pengawas lapangan, serta konsultan pengawas PT. Pola Sarana Dimensi. Padahal, kenyataannya tidak begitu. KPA/PPK tahu kenyataan itu. Namun, tidak dihiraukan malah setelah diterima, berkasnya disodorkan kepada pihak pengelola keuangan untuk diproses sesuai prosedur administratif yang baku. Terjadilah tahapan selanjutnya dan terwujudlah pembayaran 100 persen biaya pekerjaan meskipun faktanya baru mencapai 51,11 persen prestasi fisik.
Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, Pejabat Pembuat Komitmen dan penyedia jasa konstruksi sepakat membuat dan menerbitkan Addendum I, bernomor : 026.A/ADD.I/KONTR/01.08-BM/022/600/2023, tertanggal 18 September 2023, yang ditandatangani kedua belah pihak. Agar ada toleransi penyelesaian pekerjaan lewat syarat waktu berdasarkan Kontrak induk. Faktanya tidak juga terkejar selesainya pekerjaan. Maka ditempuh lagi langkah, permintaan “Bank Garansi” dari Bank Mandiri lewat Kantor Cabang Teluk Bintuni. Atas dukungan Dinas Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Propinsi Papua Barat, selaku Pemberi Pekerjaan, Pemborong CV. Gloria Bintang Timur, kemudian memohonkan Jaminan Bank Mandiri sebesar Rp. 3.802.026.799,- rupiah, karena alasan wanprestasi. Bank Garansi itu bernomor, BG 77423255257, berlaku 23 Desember 2023 sampai 10 Februari 2024. Tidak juga digunakan secara bertanggungjawab untuk mengatasi wanprestasi.
Kesan manipulasi data dan fakta lapangan oleh KPA/PPK serta bidang Bina Marga pun Penyedia Jasa, juga Konsultan Pengawas tampak jelas. Ada kerjasama rekayasa data dan fakta untuk mendukung proses pembayaran lewat Bagian Keuangan. Tercermin dari Berita Acara Kemajuan Pekerjaan Nomor : 762/378/BAKP/BM/2023, tertanggal 18 Desember 2023, yang ditandatangani Pejabat Pembuat Komitmen, Supervition Engineering PT. Pola Sarana Dimensi dan Direktur CV. Gloria Bintang Timur, serta Berita Acara Selesai Pekerjaan dengan nomor dan tanggal yang sama, juga ditandatangani ketiga pelaku. Diikuti Berita Acara Untuk Pembayaran Lunas 100 %, bernomor dan tertanggal sama dengan dua Berita Acara sebelumnya, ditandatangani Pejabat Pembuat Komitmen dan Direktur CV. Gloria Bintang Timur. Bendahara dan Kasub Bag Keuangan, dalam memproses pembayaran pekerjaan itu, hanya menyeleksi urutan dan kelengkapan berkas pendukung, karena tidak punya kewenangan bahkan tidak menjadi urusan dan tangungjawab mereka untuk mengecek kebenaran fisik pekerjaan yang dijelaskan dalam berkas-berkas tersebut.
Mencermati fakta administratif dasar penerbitan SP2D, yang mencantumkan realisasi nominal pembayaran 100 %, ada indikasi rekayasa diduga dikondisikan atas kesepakatan bersama antar KPA/PPK, Kepala Bidang Bina Marga dan staf terkait, melibatkan Korwaslap serta direksi (pengawas lapangan internal) beserta Konsultan Pengawas dan Pemborong/pelaksana pekerjaan. Fakta administratif itu yakni, Berita2 Acara pendukung bertanggal sama 18 Desember 2023. Kemudian menjadi rujukan penerbitan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) 100 persen Rp. 58,5 m lebih oleh Bendahara, diikuti dengan Surat Perintah Membayar (SPM) dari Pejabat Penatausahaan Keuangan Sub Bagian Keuangan PUPR Propinsi Papua Barat, tertanggal sama yaitu, 22 Desember 2023, bertepatan waktu akhir kontrak.
Anehnya, staf yang bekerjasama dalam merekayasa data dan fakta itu tidak tersentuh. Ada kecurigaan mereka dilindungi oleh KPA/PPK yang adalah PLT. Sekarang Kepala Dinas definitif. Malah, Bendahara dan Ka Sub Bagian Keuangan/Pejabat Penatausahaan Keuangan, yang kena getah dan jadi korban. Mereka dua ditetapkan sebagai tersangka dengan alasan sengaja melawan hukum, karena tidak memverifikasi dan tidak menolak berkas persyaratan yang diajukan mendukung permintaan pembayaran itu. Padahal kebenaran muatan ternarasi di lapangan bukan urusan dan tanggung jawab mereka berdua. Juga sebagai staf, mereka dua melaksanakan perintah atasan yang melekat dalam jabatan mereka. Tidak pula menerima sepeser pun dari hasil manipulasi itu. Tapi keduanya jadi tumbal dan ditahan di Lapas Wanita Klas III Wasai Manokwari Selama 20 hari sejak 10 Desember 2024.
20 hari termasuk 14 hari karantina, keduanya tidak menikmati kebebasan untuk merayakan hari besar keagamaan menurut iman dan percaya mereka bersama keluarga. Tahapan pertama penahanan itu dilewatkan begitu saja tanpa pemeriksaan atau permintaan keterangan dari penyidik. Malah penyidiknya berlibur menikmati suasana secara leluasa dan tidak mempedulikan tugas dan tanggung jawab mereka. Lebih lagi karena merasa punya kewenangan, tidak peduli hak asasi manusia HAM keduanya, yang dikekang dalam tahanan. Padahal Desember ini adalah bulan momentum peringatan HAM se Dunia ke-76. Tepatnya pada tanggal 10 Desember, tanggal dimana keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan alasan, tidak menolak, tidak memverivikasi dan melawan hukum. Apakah itu tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan Papua, yang sudah bertahun-tahun mengabdi dengan tulus dan ikhlas kepada daerah, masyarakat, bangsa dan Negara? Dimana letak keadilan dan kebenaran itu. Sementara pihak yang lebih bertanggung jawab, yakni penyedia jasa (pemborong) yang menikmati uang pekerjaan itu, tidak ditangkap untuk ditahan, serta pendukung internal yang memanipulasi data dari Bidang Bina Marga PUPR Papua Barat dibiarkan dan tidak disentuh. (***)