Jakarta, Sorong, SorongPos.com – Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir Balaw, menegaskan pentingnya tindakan konkret di lapangan serta kolaborasi lintas sektor untuk mengendalikan inflasi, terutama di daerah-daerah yang harga komoditasnya masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang diadakan di Gedung C Kemendagri, Selasa (17/9/2024). Rapat tersebut turut diikuti oleh perwakilan dari berbagai daerah, termasuk Asisten Bidang Administrasi, Perekonomian, dan Pembangunan Setda Kota Sorong, Thamrin Tajuddin, bersama Kepala Dinas Sosial Kota Sorong, Fauji Fattah, serta sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Mereka mengikuti rapat secara daring melalui Zoom dari Ruang Anggrek, Kantor Wali Kota Sorong.
Dalam rapat tersebut, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini, memaparkan kondisi inflasi dan perkembangan indeks harga pada minggu kedua September 2024. Data menunjukkan bahwa tingkat inflasi tahun kalender (y-to-d) per Agustus 2024 mencapai 0,87%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, kecuali 2021.
“Inflasi tahun ke tahun (y-on-y) pada Agustus 2024 berada di angka 2,12%, yang masih sesuai dengan target nasional 2,5+1%,” jelas Pudji.
Meskipun demikian, sejumlah komoditas seperti sigaret kretek mesin (SKM) dan emas perhiasan mengalami kenaikan harga sejak Januari hingga Agustus 2024. Sementara itu, beras dan cabai rawit menjadi komoditas yang paling terdampak inflasi, terutama sejak Juni 2024.
Sepuluh kabupaten/kota mencatat kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH) tertinggi, di antaranya Paniai (7,47%), Bolaang Mongondow Selatan (2,31%), dan Tanah Bumbu (2,26%). “Intervensi khusus diperlukan di beberapa daerah yang mengalami kenaikan harga signifikan agar harga dapat kembali sesuai HET,” ungkap Bambang Wisnubroto, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian, Edy Priyono, menambahkan bahwa beberapa komoditas pangan strategis seperti kedelai, cabai rawit, dan cabai merah masih dalam kondisi aman. Namun, komoditas seperti beras premium, minyak goreng curah, bawang merah, dan daging ayam berada dalam kategori tidak aman.
“Perlu ada percepatan dalam stabilisasi harga, khususnya untuk komoditas yang berada dalam status waspada dan tidak aman, seperti minyak goreng dan beras premium,” tegas Edy.
Harga minyak goreng mengalami kenaikan 0,75% pada minggu kedua September 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, dengan lonjakan harga yang signifikan di beberapa daerah. Produk Minyakita, minyak goreng yang dikendalikan oleh pemerintah, juga mengalami kenaikan harga rata-rata nasional sebesar 2,4% dibandingkan Agustus 2024.
Epi Sulandari, Kadiv Hubungan Kelembagaan Perum Bulog, melaporkan bahwa hingga 15 September 2024, realisasi pengadaan gabah dan beras dalam negeri telah mencapai 882.422 ton.
“Kami terus bekerja sama dengan pemerintah daerah, pengecer, dan pihak swasta untuk menjamin ketersediaan beras di seluruh Indonesia,” tambah Epi.
Selain itu, Bulog juga telah mengimpor 2.797.376 ton beras dari target kontrak sebesar 3.109.793 ton, dengan mayoritas beras berasal dari Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar, dan Kamboja.
Di sisi lain, harga bawang merah dan daging ayam ras mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,5% dan 0,53% pada minggu kedua September 2024 dibandingkan bulan Agustus, meskipun jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga terus bertambah.
Mengakhiri rapat, Tomsi Balaw berharap agar pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah konkret dengan berkoordinasi bersama instansi terkait berdasarkan data yang sudah ada.
Di Ruang Anggrek, Thamrin Tajuddin mengucapkan terima kasih kepada OPD terkait yang telah konsisten mengikuti rapat. “Kerja sama ini sangat penting untuk menjaga stabilitas harga pangan di Sorong,” ungkap Thamrin. (brm)