KOTASORONG.SorongPos.Com, -Kepala Kejaksaan Negeri Sorong Erwin Saragih, SH,MH, ketika di konfirmasi awak media, Minggu, 31 Juli 2022, membenarkan bahwa pihaknya telah menerbitkan P-21 atas perkara pembayaran atas jasa penunjang pendidikan bagi PNS dan non PNS / honorer. Untuk sekolah TK, SD, dan SMP se-kota Sorong baik sekolah negeri maupun swasta pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sorong Tahun Anggaran 2019 dengan tersangka inisial “PK” selaku Mantan Kepala Dinas dan inisial “AP” sebagai bendahara pengeluaran.
Dibeberkannya pula kronologis kasus pembayaran atas jasa penunjang pendidikan bagi PNS dan non PNS pada Dinas Pendidikan Kota Sorong tahun 2019 berasal dari Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPPA SKPD) nomor : 1.01.-01-01-00-00-5-1, terdapat tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi / jasa penunjang pendidikan (Otsuka) sebesar Rp. 11.662.800.000, dengan rincian Jasa Penunjang Pendidikan PNS sebesar Rp. 2.680.000.000, dan jasa penunjang pendidikan Non PNS sebesar Rp. 8.982.000.000,-. Ditambahkannya juga bahwa pada tanggal 10 Desember 2019, tersangka berinisial PK selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong tahun 2019 menandatangani surat pernyataan tanggung jawab berupa menyatakan bahwa kelengkapan dokumen belanja tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi jasa penunjang PNS dan Non PNS/Honorer tahun 2019 senilai Rp.11.662.800.000,-.
Bahwa pada tanggal 20 Desember 2019 tersangka AP melakukan penarikan uang sebanyak 2 kali senilai Rp. 11.689.477.500,- berdasarkan rekening giro Dinas Pendidikan Kota Sorong pada Bank Papua Cabang Sorong. Selain itu kata Kajari pula PPTK berinisial TA dan bendahara kegiatan berinsial RM membuat Daftar Rekapitulasi Jasa Penunjang Pendidikan Guru Honor/ Kontrak Non PNS tahun anggaran 2019 sebanyak 32 TK dengan jumlah 115 guru senilai Rp. 985.500.000. ” Namun dari daftar rekapitulasi yang dibuat oleh PPK beinisial TH dan bendahara pengeluaran berinsial RM diakui oleh sebagian kepala sekolah dan guru guru bukan tanda tangan mereka (tanda tangan mereka di palsukan),” urainya.
Disamping itu juga kata Kajari, begitu pun dengan Daftar Rekapitulasi Jasa Penunjang pendidikan SD tahun 2019 sebanyak 76 Sekolah Dasar dengan jumlah 610 Guru senilai Rp. 5.490.000.000,- yang dibuat dan ditanda tangani oleh PPK TA dan bendahara kegiatan RM. Diakui oleh sebagian kepala sekolah dan guru bukan tanda tangan mereka (tanda tangan mereka di palsukan). Demikian juga dengan pembayaran jasa penunjang pendidikan guru honorer / kontrak non PNS tahun 2019 sebanyak 32 SMP dengan 236 guru senilai Rp. 2.124.000.000, diakui oleh sebagian kepala sekolah dan guru bukan tanda tangan mereka (tanda tangan mereka di palsukan). ” Ada juga pembayaran jasa penunjang pendidikan guru kontrak TK Rulinjes yang di buat dan di tanda tangani oleh PPK TA
dan bendahara kegiatan RM senilai Rp. 45.000.000,. Ada juga Daftar jasa penunjang pendidikan guru honorer TK IT AL’IZZAH yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan senilai Rp. 90.000.000. Ada juga Daftar jasa penunjang pendidikan guru honorer TK Solavide V kasih yang di buat dan di tanda tangani oleh PPK dan bendahara kegiatan RM senilai Rp. 42.000.000. Ada juga Daftar Jasa penunjang pendidikan guru honorer TK At Taubah yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan senilai 24.000.000,” imbuhnya.
Disamping itu juga ada juga Daftar Jasa penunjang pendidikan guru honorer SD Inpres 2 Klawasi yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan. Disamping itu juga ada juga Daftar jasa penunjang pendidikan guru honorer SD Bina Cahaya Bangsa yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan. Menurut Kajari ada juga daftar jasa penunjang pendidikan honorer SMP Negeri 5 kota Sorong yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan senilai Rp. 36.000.000,-. ” Ada juga Daftar jasa penunjang pendidikan guru honorer yang di buat oleh PPK dan bendahara kegiatan.
Bahwa berdasarkan audit perhitungan kerugian keuangan negara BPKP Papua Barat. Ditambahkannya juga anggaran yang di cairkan Rp. 11.662.800.000,- Pajak Penghasilan (PPh21) Rp. 214.080.000, Nilai SP2D setelah potong pajak Rp. 11.448.720.000, Nilai realisasi pengeluaran rill Rp.10.987.360.000,- sehingga nilai kerugian keuangan negara Rp. 461.360.000,” tukasnya
Dijelaskan Kajari dari nilai kerugian keuangan negara tersebut dipergunakan diantaranya pembagian I uang sebesar Rp. 33.000.000,- tanggal 24 Desember 2019 kepada tersangka PK selalu Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong tahun 2019. Kemudian saksi TA selaku PPK pada Dinas Pendidikan Kota Sorong tahun 2019 dan Saksi M.M selaku Kasubbag penyelenggaraan tugas pembantuan Dinas pendidikan kota Sorong) tahun 2019
Kemudian Tersangka AP selaku bendahara pengeluaran dengan saksi masing-masing SBK, SFA,JID, EC dan Selanjutnya ada juga pembagian ke-II pada Januari 2020, yaitu tersangka PK selaku Kadis Pendidikan Kota tahun 2019, kemudian saksi DA selalu PPK tahun 2019. Ditambahkan pula saksi AP selaku bendahara pengeluaran Dinas Pendidikan tahun 2019. ” Ada juga dipakai untuk kegiatan tersangka PK selaku Kepala Dinas Pendidikan tahun 2019 senilai Rp.80.000.000,- berupa uang permisi sesuai tanda terima tanggal 28 Juni 2019,” akunya
Ditanya awal media, terkait menghadap kasus ini hanya ada 2 tersangka, sedangkan fakta berkas melibatkan banyak pihak diantaranya PPK, bendahara kegiatan, beberapa staf dinas pendidikan yang menerima aliran dana, Selain itu juga Kajari Sorong Erwin Saragih menyampaikan nanti akan dilihat di fakta sidang yang akan di agendakan bulan Agustus 2022. Bajkan pihaknya berjanji akan membuka terang fakta sidang, sehingga siapapun yang terungkap dalam fakta sidang nanti, baik penyidik kepolisian maupun penyidik kejaksaan bisa melakukan pengembangan .
Ditanya pasal yang di langgar oleh tersangka PK selaku kepala dinas pendidikan Kota Sorong tahun 2019 dan tersangka AP selaku bendahara dinas pendidikan kota Sorong tahun 2019. Menurut mantan Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor ini mengatakan para tersangka melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 8, pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah di ubah dengan UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (boy)