KOTASORONG.SorongPos.Com, -Jatir Yudha Marau SH selaku kuasa hukum dari Paulus Tambing yang telah ditangkap di Kabupaten Sleman Provinsi Jawa Tengah belum lama ini. Seperti diketahui penangkapan oleh pihak Kejaksaan, diduga tersangka Paulus Tambing yang merupakan mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2010 lampau. Terkait kasus dugaan korupsi perluasaan jaringan listrik tegangan rendah dan menengah pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat tahun 2010.
Dikatakan pula sebelumnya telah ditangkap PPTK atas nama Willem Piter Mayor dan disidangkan pada Pengadilan Tipikor Manokwari berdasarkan putusan No. 1/Pid.Sus/2021/Pn.Mnk. Menurutnya dalam persidangan tersebut, PPTK atas nama Willem Piter Mayor terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindakan pidana secara bersama-sama, sehingga di vonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 Juta.
” Kegiatan perluasaan jaringan listrik tegangan rendah dan menengah dengan nilai kontrak awal dan adendum senilai Rp 6.494.000.000,00. Strukturnya kuasa pengguna anggaran adalah klien kami yakni Paulus Tambing. PPTK adalah saudara Willem Piter Mayor. Kemudian panitia pengadaan terdiri dari Simon Sesa, Efradus H Mirino, Mohliyat Mayalibit, Ezra E Rumbekwan. Bendahara Marselina. Sedangkan penyedia jasa atau kontraktor adalah Besar Tjahjono dari PT Fourkling Mandiri dan selanjutnya panitia adendum Efradus H Mirino, Arlince Mambrasar dan Zainuri Ichwan, ” akunya.
Dijelaskan Yudha sapaan akrabnya bahwa pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan listrik tegangan rendah dan menegah pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat tahun 2010 lampau. Dimulai pada bukan April 2010 dan berjalan sesuai dengan mekanisme, tahapan dan ketentuan yang berlaku sehingga selesai pada bulan Juni 2010. Setelah itu tersangka Paulus Tambing yang merupakan kliennya pensiun pada tanggal 1 September 2010.
Selanjutnya jabatan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat diganti atau dijabat oleh Plt Drs Muhammad Idrus yang kini sudah almarhum. Selain itu kata Yudha dalam temuan LHP inspektorat pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan atau Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2010 lalu. Dimana kliennya tidak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat. Dengan demikian temuan yang dimaksud oleh inspektorat Kabupaten Raja Ampat. Dimana kliennya tidak lagi menjabat dan tidak punya kewenangan lagi sebagai KPA/PPK untuk melaksanakan hasil temuan inspektorat BPK dengan menuntut penyelesaian tanggung jawab kepada penyedia jasa atau kontraktor sebagaimana, sesuai dengan Permenpan Nomor 09/2009. Jika adanya LHP inspektorat makan pimpinan satuan kerja masih diberikan waktu selama 60 hari kerja, untuk menyelesaikan hasil temuan setelah diterimanya LHP tersebut.
” Jika adanya temuan seperti ini pada saat klien kami masih menjabat. Nah pasti klien kami akan menyelesaikan tanggung jawabnya, dengan menuntut kepada penyedia jasa atau kontraktor guna menyelesaikan hasil temuan inspektorat sehingga tidak menjadi masalah atau menjadi kasus dugaan korupsi seperti yang terjadi sekarang ini, ” tegasnya.
Dibeberkan nya Yudha pula yang menjadi permasalahan dan dasar sehingga masalah ini mencuat menjadi kasus dugaan korupsi, ketika adanya temuan inspektorat dan BPK pada tahun 2010 lalu. Kemudian dimintakan tanggung jawab kepada Besar Tjahjono dari PT Fourking Mandiri. Namun Besar Tjahjono tidak bertangungjawab, malah mensiasati dengan melakukan adendum, dengan penambahan anggaran sebesar Rp 1 Milyar. Berdasarkan surat keputusan Plt Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat. Nomor 540/161.b/KPTSPPBJ/DPE/R4/2010 tanggal 3 Juni 2010 tentang penunjukan panitia adendum/amandemen kontrak kegiatan peningkatan jaringan listrik Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat tahun anggaran 2010.” Padahal diketahui adendum yang dibuat tersebut dan diberlakukan surut tanggal 3 Juni 2010, sehingga jelas diketahui adanya suatu permasalahan atau rekayasa , karena jika adendum dibuat tanggal 3 Juni 2010. Dengan demikian kliennya masih menjabat, namun dalam surat adendum tersebut ditandatangani oleh Plt yakni almarhum Muhammad Idris, ” urainya.
Lebih lanjut Yudha mengatakan, sebagaiman terungkap dalam fakta persidangan. Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Manokwari Nomor : 1/Pid.Sus/2021/Pn.Mnk dalam halaman 56 sampai dengan halaman 65. Dimana terdakwa Willem Piter Mayor dan saksi lainnya menyatakan bahwa selain Besar Tjahjono yang mengelola dan mempunyai saham di PT Fourking Mandiri adalah Hendrik Wairara dan Selviana Wanma. Ironisnya lagi Hendrik Wairara saat itu menjabat selaku Ketua DPRD Kabupaten Raja Ampat dan merupakan suami dari Selviana Wanma. Kata Yudha pula Besar Tjahjono adalah merupakan tangan kanan dari Hendrik Wairara dan Selviana Wanma. Dikarenakan hampir seluruh proyek milik Hendrik Wairara dan Selviana Wanma menunjuk pada Besar Tjahjono selaku pelaksana kegiatan. ” PT Fourking adalah milik dari Hendrik Wairara dan Selviana Wanma. Sedangkan Besar Tjahjono diangkat selaku Direktur, ” tuturnya.
Ditambahkannya juga hal ini didasarkan pada temuan BPK RI terdakwa memerintahkan Besar Tjahjono, guna menyelesaikan temuan tersebut. Akan tetapi Besar Tjahjono menyatakan harus meminta ijin kepada Hendrik Wairara dan Selviana Wanma. Kemudian yang membuat adendum adalah Besar Tjahjono.
Disamping itu pula berdasarkan dokumen pelelangan yang disodorkan Besar Tjahjono untuk saksi ditandatangani, terdapat 3 perusahaan yang mengikuti pelelangan yakni PT Fourking Mandiri, PT Duta Waigeo Perkasa, PT Honai Papua Perkasa. Sebagai diketahui umum di kabupaten Raja Ampat bahwa kedua perusahaan tersebut baik PT Fourking Mandiri dan PT Duta Waigeo Perkasa adalah milik dari Selviana Wanma.
” Dalam persidangan perkara nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Mnk dengan terdakwa Besar Tjahjono yang sedang berjalan, dimana telah terungkap dalam persidangan bahwa aliran dana yang dibayarkan ke PT Fourking Mandiri dan selanjutnya ditransfer ke rekening pribadi Selviana Wanma pada Bank Mandiri Cabang Ambasador Jakarta, “tegasnya.
Dengan demikian lanjut Yudha selaku kuasa hukum dari Paulus Tambing yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, bahwa sudah jelas siapa aktornya. Hal ini tentu berdasarkan kronologis dan keterangan para terdakwa baik yang sudah divonis maupun terdakwa yang menjalani persidangan dan kliennya dalam pemeriksaan oleh tim tipikor Kejaksaan Papua Barat maupun Kejaksaan Negeri Sorong. Ditegaskan Yudha pula kembali telah terungkap dan faktanya bahwa siapa yang mengatur segalanya dengan proyek perlu asaan jaringan listrik tegangan rendah dan menengah pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat tahun 2010, sehingga diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.360.811.580.
” Perlu dipertanyakan lagi siapa aktor yang menikmati uang hasil kejahatan ini. Siapa menekan siapa dan memperkaya siapa harus jelas. Kami minta Kejaksaan selaku penyidik tidak tebang pilih. Jangan tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas dan terlebih mau melindungi pihak yang menikmati uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Bahkan kliennya dan orang lain dipidanakan dan harus bertanggung jawab. Padahal justru mereka adalah juga merupakan korban daripada praktek koruptor sesunguhnya. Ini harus jelas, supaya siapa yang bermain dia juga harus bertanggung jawab dan jangan cuci tangan, ” imbuhnya. (boy)